Tuesday 5 June 2012

Perkembangan Pesawat sebelum dan Sesudah Kemerdekaan Indonesia


Upaya penguasaan teknologi dirgantara di tanah air sebenarnya telah memiliki sejarah yang panjang, bahkan sebelum Republic Indonesia diproklamasikan. Namun, seringkali upaya penguasaan teknologi dirgantara dilihat seolah-olah merupakan ambisi segelintir orang pada era tertentu saja. Padahal sejarah menunjukkan bahwa perjalanan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dipisahkan dari upaya putra-putrinya dalam menguasai teknologi dirgantara yang sangat diperlukan bagi negara.
            Sejak legenda pewayangan berkembang dalam bagian hidup kebudayaan dan masyarakat Indonesia serta munculnya figur Gatotkaca dalam kisah Bratayuda yang dikarang Mpu Sedah serta figur Hanoman dalam kisah Ramayana adalah personifikasi pemikiran manusia Indonesia untuk bisa terbang. Tampaknya keinginan ini terus terpupuk dalam jiwa dan batin manusia Indonesia sesuai dengan perkembangan jamannya. Namun sejak adanya pengaruh-pengaruh dari pihak asing atau para pemerintah kolonial semua legenda tersebut dapat menjadi kenyataan. Karena personifikasi untuk manusia yang bisa terbang tersebut terwujud pada sebuah benda yang disebut pesawat meskipun tidak secara langsung manusia tersebut yang terbang. Namun dengan alat tersebut manusia dapat terbang dari satu tempat ke tempat lainnya hal inilah yang menganggap bahwa filosofi masa lalu tersebut akan bisa menjadi kenyataan.
            Pada sekitar tahun 1930an di daerah SukamiskinBandung dibangun Bagian Pembuatan Pesawat Udara yang memproduksi pesawat-pesawat buatan Canada AVRO-AL. Selanjutnya Pabrik ini dipindahkan ke Lapangan Udara Andir yang sekarang merupakan Landasan udara Husein Sastranegara. Pada tahun 1937, putera-putera Indonesia yang dipelopori Tossin membuat pesawat terbang di salah satu bengkel di Jl. Pasirkaliki Bandung dengan nama PK.KKH.  Pesawat ini sempat mengejutkan dunia penerbangan waktu itu karena mampu terbang ke Belanda dan ke Cina.  Pada tahun 1945, setelah Republik Indonesia diproklamasikan, upaya penguasaan teknologi dirgantara semakin dipacu dengan tuntutan mempertahankan kemerdekaan.  Kegiatan kedirgantaraan yang utama ketika itu adalah melakukan modifikasi pesawat yang ada untuk misi-misi tempur. Pelopor pada masa itu adalah Adisutjipto, yang merancang, melakukan uji terbang dan menerbangkan dalam pertempuran yang sesungguhnya. Model pesawat di Indonesia juga berkembang yang menggunakan sistem turbotrop. Pada dasarnya sebagai tenaga penggerak pada pesawat terbang motor turbotrop adalah hampir sama dengan motor piston yang mempergunakan supercharger, karena sebagian besar thrust (gaya dorong) yang dihasilkan dari exhaust jet. (taswari.1983.71)
Perkembangan pesawat setelah indonesia merdeka sekitar Pada tahun 1946, di Yogyakarta dibentuk Biro Rencana dan Konstruksi pada TRI-Udara.  Sementara itu pada saat yang bersamaan, di Magetan Jawa timur, upaya penguasaan teknologi dirgantara terus dilakukan dipelopori oleh Wiweko Soepono, Nurtanio Pringgoadisurjo, dan J. Sumarsono. Mereka berhasil membuat pesawat pesawat layang jenis Zogling, NWG-1 (Nurtanio Wiweko Glider). Pesawat-pesawat ini sudah dibuat enam buah dan dimanfaatkan latihan calon penerbang. Selanjutnya pada tahun 1948 berhasil dibuat pesawat terbang mempergunakan mesin motor Harley Davidson diberi tanda WEL-X hasil rancangan Wiweko Soepono dan kemudian dikenal dengan register RI-X. Karena pesawat yang berkembang di indonesia mulai menggunakan mesin yang mengandalkan sistem turbin. Turbin tersebut memilki sistem kerja yaitu menggunakan turbin uap yang dapat dibagi menjadi:
1.      Turbin impuls dengan tingkat tekanan dan velositas tunggal, sistem ini diterappkan pada turbin de laval.
2.      Turbin impuls dengan tingkat tekanan tunggal dan tingkat velositas ganda (kompon), sistem ini diterapkan pada turbin curtis dengan rotor tunggal
3.      Turbin impuls dengan tingkat tekanan dan velositas ganda, sistem ini diterapkan pada turbin curtis dengan rotor ganda.
4.      Turbin impuls dengan tingkat tekanan ganda dan satu tingkat velositas, sistem ini diterapkan pada turbin reteau.(syamsir,1993,61)
Setelah perang kemerdekaan berakhir, upaya penguasaan teknologi dirgantara dilanjutkan kembali di Bandung Mayor Udara Nurtanio Pringgoadisurjo. Berdasarkan rancangannya pada 1 Agustus 1954 berhasil diterbangkan prototip pesawat bertempat duduk tunggal. Pesawat ini diberi nama Si Kumbang. Pesawat ini dibuat tiga buah.
 Pada 24 April 1957, Seksi Percobaan ditingkatkan menjadi Sub Depot Penyelidikan, Percobaan & Pembuatan berdasar Keputusan Kepala Staf Angkatan Udara. Pada tahun 1958 berhasil diterbangkan prototip pesawat latih dasar yang diberi nama Belalang 89. Selanjutnya pada tahap produksi diberi nama Belalang 90. Pesawat in dibuat sebanyak lima unit, dipergunakan untuk mendidik calon penerbang di Akademi Angkatan Udara dan Pusat Penerbangan Angkatan Darat. Di tahun yang sama berhasil aula diterbangkan pesawat Kunang 25. Pesawat tenaga uap dapat bekerja baik dengan kondensasi atau tanpa kondensasi, dimana uap yang telah dipakai pada turbin dibuang pada tekanan atmosfir atau lebih besar dari atmosfir. (surbakty.1985.8).
Upaya penguasaan teknologi dirgantara didukung pula dengan upaya penyiapan sumber daya manusia. Untuk itu telah dikirim mahasiswa-mahasiswa Indonesia untuk belajar ke luar negeri mendalami teknologi dirgantara sejak tahun 1951. Pada tahun 1951-1954, mahasiswa-mahasiswa Indonesia dikirim ke Belanda untuk belajar konstruksi pesawat terbang dan kedirgantaraan di TH Delft , Belanda. Tahun 1954-1958 dikirim mahasiswa mahasiswa ke Jerman. Pada tahun 1958-1962 dikirim ke Cekoslowakia dan Rusia. Sedang di dalam negeri, pada tahun 1962 didirikan jurusan Teknik Penerbangan sebagai bagian dari Bagian Mesin Institut Teknologi Bandung.
Pada  tahun 1964, seorang mahasiswa Indonesia, BJ Habibie, akan menyelesaikan doktor di Perguruan Tinggi Teknik Aachen,  Jerman, jurusan Konstruksi Pesawat Terbang.  .  Awal Desember 1973, Direktur Utama Pertamina bertemu dengan BJ. Habibie di Jerman membicarakan cita-cita membangun industri pesawat terbang di Indonesia. Dua bulan setelah pertemuan  tersebut, pada 26 Januari 1974 BJ. Habibie diminta menghadap Presiden Soeharto. Pada pertemuan tersebut Presiden mengangkat Habibie sebagai penasehat Presiden di bidang teknologi. Pertemuan tersebut merupakan titik awal peran Habibie di tanah air.
            Penyelenggaraan transportasi nasional mengarah pada penyediaan jasa transportasi  terpadu antara moda yang efektif dan efisien yang mengintegrasikan dengan moda transportasi yang ada. Pada sekarang ini perkembangan teknologi pesawat di Indonesia dapat dibilang bisa sangat pesat, dikarenkan pesawat-pesawat buatan putra-putri bangsa bisa sampai menembus pasar luar negeri. Sehingga dapat dikatakan bahwa teknologi bangsa kita sendiri tidak kalah dengan bangsa-bangsa yang lebih maju, namun tidak banyak teknologi buatan anak negeri yang kurang di apresiasi oleh pemerintah. Bahkan pemerintah lebih memilih menggunakan produk yang didatangkan dari negeri orang lain.

No comments:

Post a Comment