Sejarah



Masyarakat Madani dalam perspektif Islam
Dalam perspektif islam civil society lebih mengacu pada penciptaan peradabaan. Kata al-din, yang umumnya diterjemahkan sebagai agama, berkaitan dengan terma al-tamaddun atau peradabaan. Keduanya menyatu dalam pengertian al-madinah yang arti harfiahnya adalah kota. Dengan demikian, masyarakat madani mengandung tiga hal, yakni:agama, peradabaan, dan perkotaan. Dari konsep ini tercermin bahwa agama  merupakan sumber, peradaban sebagai proses, dan masyarakat kota adalah hasilnya(Idris Manan A. Dkk, 2009;217)
            masyarakat madani berawal dari kata madinah yaitu berarti kota atau masyarakat kota dan peradabaan atau masyarakat beradaban.kemudian masyarakat madani adalah komunitas muslim pertama di kota madinah yang dipimpin langsung oleh rasul Allah SWT dan di ikuti oleh keempat al-khulafa al-rasyidun. Masyarakat madani yang dibangun oleh nabi Muhammad SAW tersebut identik dengan civil society, karena secara sosio-kultur mengandung substansi keadaban atau civility. Nabi Muhammad melakukan beberapa penataan Negara tersebut dengan cara: pertama, membangun infrastruktur Negara dengan masjid sebagai symbol dan perangkat utamanya. Kedua, menciptakan kohesi social melalui prroses persaudaraan antara komunitas muhajirin quraisy dan anshar dalam bingkai solidaritas keagamaan. Ketiga, membuat nota keesepakatan untuk hidup berdampingan dengan komunitas lain, sebagai sebuah masyarakat pluralistic yang mendiami wilayah sama, melalui piagam madinah. Keempat, merancang system Negara melalui konsep jihad fi sabililah (berjuang di jalan Allah).
            Dengan dasar yang seperti itu nabi Muhammad membangun Negara dan masyarakat madinah dengan keadaan yang kuat dan solid. Peristiwa hijrahnya nabi telah memberikan banyak pengaruh kedalam keadaan Negara tersebut dari keberagaman suku dan agama. Struktur masyarakat yang pluralistic yang telah dibangun oleh nabi merupakan atas dasar pondasi ikatan iman dan akhidah yang nilainya lebih tinggi dari nilai kesukuan (ashabiyah) dan afiliasi-afiliasi lainnya. Bukan hal itu saja masyarakat tersebut juga terbagi dalam kelompok-kelompok atas dasar keimanan, hal inilah yang akhirnya menimbulkan munculnya persoalan-persoalan ekonomi dan kemasyarakatan yang harus diantisipasi dengan baik. Selain itu masyarakat pada saat itu terbagi kedalam beberapa kelompok yang didasarkan atas keimanan, yaitu:mu’minun, munafiqun, kuffar, musyrikun, dan yahudi. Dengan kata lain bahwa masyarakat di madinah pada saat itu merupakan bagian dari komunitas masyarakat yang majemuk atau plural. Kemajemukan masyarakat madinah, diawali dengan membanjirnya kaum muhajirin dari makkah ke madinah mengakibatkan munculnya persoalan-persoalan ekonomi dan kemasyarakatan yang harus diantisipasi dengan baik(H.A. Manan Idris,184; 2006). Dalam mengatasi semua masalah tersebut nabi Muhammad melakukan banyak hal dengan masyarakat madinah secara konkret yang meletakkan dasar-dasar yang mengatur dan hubungan antarkomunitas yang berbeda. Kesepakatan hidup tersebut tertuang dalam suatu dokumen yang dikenal dengan “piagam madinah”. Piagam madinah ini sering disebut sebagai konstitusi tertulis islam pertama dalam agama islam. Piagam ini tidak hanya terkenal di masanya aja, namun juga terkenal menjadi satu-satunya dokumen penting dalam perkembangan konstitusional dan hukum dalam  dunia ini.
            Pada dokumen piagam madinah inilah umat manusia mulai diperkenalkan pada wawasan kebebasan, terutama pada bidang agama dan politik, tanggung jawab social dan politik, khusuusnya pada pertahanan secara bersama. Lalu pada piagam tersebut juga menerangkan tentang hak-hak individu yaitu: kebebasan memeluk agama, persatuan  dan kesatuan, persaudaraan(al-ukhuwah) antaragama, perdamaian, toleransi, keadilan(al-‘adalah), tidak membeda-bedakan (anti diskriminasi) dan menghargai kemajemukan. Hal-hal inilah yang membuat banyak perubahan pada tatanan kehidupan masyarakat banyak tidak hanya masyarakat madinah saja. Pada saat inilah hal-hal itu banyak menjadi dasar-dasar sebuah Negara untuk menjadi menuju masyarakat yang madani. Dalam menuju masyarakat madani memang sangat sulit, banyak hal yang harus dilihat. Dari masyarakat yang harus mempunyai ahklak yang baik meskipun mereka berbeda-beda. Umat yang dibentuk oleh nabi Muhammad SAW di kota madinah sangatlah bersifat terbuka, karena nabi mampu menghimpun semua komunitas atau golongan penduduk baik yang dapat menerima risalah tauhid rasululah maupun yang menolaknya. Semua perbedaan yang terdapat di antara mereka tidak menjadi alasan untuk tidak bersatu-padu dalam bermasyarakat dan bernegara dengan baik.
            Saat nabi Muhammad mulai membangun kota madinah, peran dari kelompok-kelompok masyarakat sangat besar dalam pengambilan keputusan, hal itu sangat bercermin pada piagam madinah. Tetapi semakin banyaknya wahyu yang telah turun, system Negara yang ada di madinah pada masa nabi Muhammad berkembang menjadi system teokrasi. Dalam hal ini nabi muahammad menjadi figure yang menjadi pimpinan yang memiliki kekuasaan amat besar, dari kekuasaan eksekutif, legeslatif maupun yudikatif. Segala sesuatu yang ada pada dasarnya dikembalikan pada nabi muhammaad dan ketaatan kepada Nabi pun semakin mutlak.
            Setelah pada masa nabi semuanya dilanjutkan oleh para al-Khulafa’ al-rasyidun, namun pada jaman ini system Negara sudah berganti tidak lagi menggunakan teokrasi melainkan nomokrasi. Nomokrasi yaitu prinsip ketuhanan yang diwujudkan dalam bentuk supremasi syariat. Sehingga masyarakat memiliki peran yang besar , di mana hal ini mengindikasikan mulai terbangunnya masyarakat madani. Masyarakat sudah melakukan control terhadap pemerintah dan pencarian pemimpin didasarkan pada kapasitas individual. Namun setelah masa al-khulafa’ al rasyidin situasi seperti ini mulai berubah banyak peran  masyarakat mengalami penyusutan yaitu rekruetmen pemimpin tidak lagi berdasarkan pada masyarakat, melainkan atas dasar keturunan. Pada masa kekhilafahan umat islam sampai dinasti ustmani runtuh sudah memiliki struktur religio-politik yaitu politik berbasis agama yang mapan. Badan legislatif dipimpin oleh ulama, dimana mereka memiliki kemandirian dalam berijtihad dan menetapkan hukum.
            Posisi piagam madinah adalah sebagai kontrak social antara nabi Muhammad dengan penduduk madinah yang terdiri dari pendatang quraisy, kaum local yatsrib, dan orang-orang yang menyatakan siap berjuang dengan mereka(Idris Manan A. Dkk,2009;221). Dimana Rasul SAW sebagai pimpinan yang telah mereka akui bersama, dan telah meletakkan islam sebagai landasan untuk bermasyarakat dan bernegara. Hal itulah yang menyebabkan perjanjian tersebut dalam konteks islam disebut dengan piagam madinah atau konstitusi madinah. dimana isinya terdapat pasal-pasal yang menjadi hukum dasar sebuah Negara  kota yang kemudian disebut madinah. nilai-nilai yang ada pada masyarakat madinah saat itu pastilah nilai-nilai islami.






SEJARAH IBNU BATUTA


Pencapaian Ibnu Battuta yang luar biasa itu, konon dirampas dan disembunyikan Kerajaan Prancis saat menjajah benua Afrika.

''Aku tinggalkan Tangier, kampung halamanku, pada Kamis 2 Rajab 725 H/ 14 Juni 1325 M. Saat itu usiaku baru 21 tahun empat bulan. Tujuanku adalah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci di Makkah dan berziarah ke makam Rasulullah SAW di Madinah,'' kisah Ibnu Battuta - pengembara dan penjelajah Muslim terhebat di dunia -- membuka pengalaman perjalanan panjangnya dalam buku catatannya, Rihla.

Dengan penuh kesedihan, ia meninggalkan orangtua serta sahabat sahabatnya di Tangier. Tekadnya sudah bulat untuk menunaikan rukun iman kelima. Perjalananya menuju ke Baitullah telah membawanya bertualang dan menjelajahi dunia. Seorang diri, dia mengarungi samudera dan menjelajah daratan demi sebuah tujuan mulia.

''Kehebatan Ibnu Battuta hanya dapat dibandingkan dengan pelancong terkemuka Eropa, Marcopolo (1254 M -1324 M),'' ujar Sejarawan Brockelmann mengagumi ketangguhan sang pengembara Muslim itu. Selama hampir 30 tahun, dia telah mengunjungi tiga benua mulai dari Afrika Utara, Afrika Barat, Eropa Selatan, Eropa Timur, Timur Tengah, India, Asia engah, Asia Tenggara, dan Cina.

Perjalanan panjang dan pengembaraannya mengelilingi dunia itu mencapai 73 ribu mil atau sejauh 117 ribu kilometer. Tak heran, bila kehebatannya mampu melampaui sejumlah penjelajah Eropa yang diagung-agungkan Barat seperti Christopher Columbus, Vasco de Gama, dan Magellan yang mulai berlayar 125 setelah Ibnu Battuta.

Sejarawan Barat, George Sarton, mencatat jarak perjalanan yang ditempuh Ibnu Battuta melebihi capaian Marco Polo. Tak heran, bila Sarton geleng-geleng kepala dan mengagumi ketangguhan seorang Ibnu Battuta yang mampu mengarungi lauatan dan menjelajahi daratan sepanjang 73 ribu mil itu. Sebuah pencapaian yang tak ada duanya di masa itu.

Lalu siapakah sebenarnya pengembara tangguh bernama Ibnu Battuta itu? Pria kelahiran Tangier 17 Rajab 703 H/ 25 Februari 1304 itu bernama lengkap Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim At-Tanji, bergelar Syamsuddin bin Battutah. Sejak kecil, Ibnu Battuta dibesarkan dalam keluarga yang taat menjaga tradisi Islam. Ibnu Battuta begitu tertarik untuk mendalami ilmu-ilmu fikih dan sastra dan syair Arab.

Kelak, ilmu yang dipelajarinya semasa kecil hingga dewasa itu banyak membantunya dalam melalui perjalanan panjangnya. Ketika Ibnu Battuta tumbuh menjadi seorang pemuda, dunia Islam terbagi-bagi atas kerajaan-kerajaan dan dinasti. Ia sempat mengalami kejayaan Bani Marrin yang berkuasa di Maroko pada abad ke-13 dan 14 M.

Latar belakang Ibnu Battuta begitu jauh berbeda bila dibandingkan Marco Polo yang seorang pedagang dan Columbus yang benar-benar seorang petualang sejati. Meski Ibnu Battuta adalah seorang teologis, sastrawan puis,i dan cendekiawan, serta humanis, namun ketangguhannya mampu mengalahkan keduanya.

Meski hatinya berat untuk meninggalkan orang-orang yang dicintainya, Ibnu Battuta tetap meninggalkan kampung halamannya untuk menunaikan ibadah haji ke Makkah yang berjarak 3.000 mil ke arah Timur. Dari Tangier, Afrika Utara dia menuju Iskandariah. Lalu kembali bergerak ke Dimyath dan Kaherah.

Setelah itu, dia menginjakkan kakinya di Palestina dan selanjutnya menuju Damaskus. Ia lalu berjalan kaki ke Ladzikiyah hingga sampai di Allepo. Pintu menuju Makkah terbuka dihadapannya setelah dia melihat satu kafilah sedang bergerak untuk menunaikan ibadat haji ke Tanah Suci. Ia pun bergabung dengan rombongan itu. Beliau menetap di Makkah selama dua tahun.

Setelah cita-citanya tercapai, Ibnu Battuta, ternyata tak langsung pulang ke Tangier, Maroko. Ia lebih memilih untuk meneruskan pengembaraannya ke Yaman melalui jalan laut dan melawat ke Aden, Mombosa, Timur Afrika dan menuju ke Kulwa. Ia kembali ke Oman dan kembali lagi ke Makkah untuk menunaikan Haji pada tahun 1332 M, melaui Hormuz, Siraf, Bahrin dan Yamama.

Itulah putaran pertama perjalanan yang tempuh Ibnu Battuta. Pengembaraan putara kedua, dilalu Ibnu Battuta dengan menjelajahi Syam dan Laut Hitam. I lalumeneruskan pengembaraannya ke Bulgaria, Roma, Rusia, Turki serta pelabuhan terpenting di Laut Hitam yaitu Odesia, kemudian menyusuri sepanjang Sungai Danube.

Ia lalu berlayar menyeberangi Laut Hitam ke Semenanjung Crimea dan mengunjungi Rusia Selatan dan seterusnya ke India. Di India, ia pernah diangkat menjadi kadi. Dia lalu bergerak lagi ke Sri Langka, Indonesia, dan Canton. Kemudian Ibnu Battuta mengembara pula ke Sumatera, Indonesia dan melanjutkan perjalanan melalui laut Amman dan akhirnya eneruskan perjalanan darat ke Iran, Irak, Palestina, dan Mesir.

Beliau lalu kembali ke Makkah untuk menunaikan ibadah hajinya yang ke tujuh pada bulan November 1348 M. Perjalanan putaran ketiga kembali dimulai pada 753 H. Ia terdampar di Mali di tengah Afrika Barat dan akhirnya kembali ke Fez, Maroko pada 1355 M.

Ia mengakhiri cerita perjalannya dengan sebuah kalimat, ''Akhirnya aku sampai juga di kota Fez.'' Di situ dia menuliskan hasil pengembaraannya. Salah seorang penulis bernama Mohad Ibnu Juza menuliskan kisah perjalanannya dengan gaya bahasa yang renyah. Dalam waktu tiga bulan, buku berjudul Persembahan Seorang pengamat tentang Kota-Kota Asing dan Perjalanan yang Mengagumka, diselesaikannya pada 9 Desember 1355 M.

Secara detail, setiap kali mengunjungi sebuah negeri atau negara, Ibnu Battuta mencatat mengenai penduduk, pemerintah, dan ulama. Ia juga mengisahkan kedukaan yang pernah dialaminya seperti ketika berhadapa dengan penjahat, hampir pingsan bersama kapal yang karam dan nyaris dihukum penggal oleh pemerintah yang zalim. Ia meninggal dunia di Maroko pada pada tahun 1377 M. Kisah pencapaian Ibnu Battuta yang luar biasa itu, konon dirampas dan disembunyikan Kerajaan Prancis saat menjajah benua Afrika. Buktinya, Barat baru mengetahui kehebatannya setelah tiga abad meninggalnya sang pengembara.

Dari Tangier ke Samudera Pasai
Petualangan dan perjalanan panjang yang ditempuh Ibnu Battuta sempat membuatnya terdampar di Samudera Pasai - kerajaan Islam pertama di Nusantara pada abad ke-13 M. Ia menginjakkan kakinya di Aceh pada tahun 1345. Sang pengembara itu singgah di bumi Serambi Makkah selama 15 hari.

Dalam catatan perjalanannya, Ibnu Battuta melukiskan Samudera Pasai dengan begitu indah. ''Negeri yang hijau dengan kota pelabuhannya yang besar dan indah,'' tutur sang pengembara berdecak kagum. Kedatangan penjelajah kondang asal Maroko itu mendapat sambutan hangat dari para ulama dan pejabat Samudera Pasai.

Ia disambut oleh pemimpin Daulasah, Qadi Syarif Amir Sayyir al-Syirazi, Tajudin al-Ashbahani dan ahli fiqih kesultanan. Menurut Ibnu Battuta, kala itu Samudera Pasai telah menjelma sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara. Penjelajah termasyhur itu juga mengagumi Sultan Mahmud Malik Al-Zahir penguasa Samudera Pasai.

''Sultan Mahmud Malik Al-Zahir adalah seorang pemimpin yang sangat mengedepankan hukum Islam. Pribadinya sangat rendah hati. Ia berangkat ke masjid untuk shalat Jumat dengan berjalan kaki. Selesai shalat, sultan dan rombongan biasa berkeliling kota untuk melihat keadaan rakyatnya,'' kisah Ibnu Battuta.

Menurut Ibnu Battuta, penguasa Samudera Pasai itu memiliki ghirah belajar yang tinggi untuk menuntut ilmu-ilmu Islam kepada ulama. Dia juga mencatat, pusat studi Islam yang dibangun dii lingkungan kerajaan menjadi tempat diskusi antara ulama dan elit kerajaan. Selama berpetualang mengelilingi dunia dan menjejakkan kakinya di 44 negara, dalam kitab yang berjudul Tuhfat al-Nazhar, Ibnu Battuta menuturkan telah bertemu dengan tujuh raja yang memiliki kelebihan yang luar biasa.

Ketujuh raja yang dikagumi Ibnu Battuta itu antara lain; raja Iraq yang dinilainya berbudi bahasa; raja Hindustani yang disebutnya sangat ramah; raja Yaman yang dianggapnya berakhlak mulia; raja Turki dikaguminya karena gagah perkasa; Raja Romawi yang sangat pemaaf; Raja Melayu Malik Al-Zahir yang dinilainya berilmu pengetahuan luas dan mendalam, serta raja Turkistan.

Setelah berkelana dan mengembara di Samudera Pasai selama dua pekan, Ibnu Battuta akhirnya melanjutkan perjalannnya menuju Negeri Tirai Bambu Cina. Catatan perjalanan Ibnu Battuta itu menggambarkan pada abad pertengahan, peradaban telah tumbuh dan berkembang di bumi Nusantara.

Abadi di Kawah Bulan
Nama besar dan kehebatan Ibnu Battuta dalam menjelajahi dunia di abad pertengahan hingga kini tetap dikenang. Bukan hanya umat Islam saja yang mengakui kehebatannya, Barat pun mengagumi sosok Ibnu Battuta. Tak heran, karya-karyanya disimpan Barat.

Sebagai bentuk penghormatan atas dedikasinya, International Astronomy Union (IAU) mengabadikan Ibnu Battuta menjadi nama salah satu kawah bulan. Bagi orang Astronomi, Ibnu Battuta bukan hanya seorang pengembara dan penjelajah paling termasyhur, namun juga sebuah kawah kecil di bulan yang berada di Mare Fecunditas.

Kawah Ibnu Battuta terletak di Baratdaya kawah Lindenbergh dan Timurlaut kawah bulan terkenal Goclenius. Di sekitar kawah Ibnu Battuta tersebar beberapa formasi kawah hantu. Kawah Ibnu Battuta berbentuk bundar dan simetris. Dasar bagian dalam kawah Ibnu Battuta terbilang luas. Diameter kawah itu mencapai 11 kilometer. Dasar kawah bagian dalamnya terbilang gelap, segelap luarnya. Kawah Ibnu Battuta awalnya bernama Goclenius A. Namun, IAU kemudian memberinya nama Ibnu Battuta.

Selain dijadikan nama kawah di bulan, Ibnu Battuta juga diabadikan dan dikenang masyarakat Dubai lewat sebuah mal atau pusat perbelanjaan bernama Ibnu Battuta Mall. Di sepanjang koridor mal itu dipajangkan hasil penelitian dan penemuan Ibnu Battuta. Meski petualangan dan pengembaraannya telah berlalu enam abad silam, namun kebesaran dan kehebatannya hingga kini tetap dikenang. 

No comments:

Post a Comment