2.1.1 Letak Geografis Kerajaan Demak
Secara geografis Kerajaan Demak terletak di daerah Jawa Tengah, tetapi
pada awal kemunculannya Kerajaan Demak mendapat bantuan dari para bupati daerah
pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah menganut agama Islam. Wilayah
Kerajaan Demak pada awalnya hanya sebuah bawahan Kerajaan Majapahit, kemudian
berkembang hingga mencapai Banten di Barat dan Pasuruan di Timur.
Lokasi ibukota Kesultanan Demak, yang pada masa itu masih dapat dilayari dari
laut dan dinamakan Bintara
(dibaca "Bintoro" dalam bahasa Jawa),
saat ini telah menjadi kota Demak di Jawa
Tengah. Periode ketika beribukota di sana
kadang-kadang dikenal sebagai "Demak Bintara". Pada masa sultan ke-4
ibukota dipindahkan ke Prawata.
2.1.2 Gambaran Kehidupan Politik Pemerintahan dari Kerajaan
Demak
A.
Raden Patah (1500-1518)
Raden Patah adalah pendiri dan
sultan pertama dari kerajaan Demak yang memerintah tahun 1500-1518 (Muljana:
2005). Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Patah adalah putra
prabu Brawijaya raja terakhir.
Di ceritakan prabu Brawijaya selain kawin dengan Ni Endang Sasmitapura, juga
kawin dengan putri cina dan putri campa. Karena Ratu Dwarawati sang permaisuri
yang berasal dari Campa
merasa cemburu, prabu Brawijaya
terpaksa memberikan putri Cina kepada putra sulungnya, yaitu Arya Damar bupati Palembang.
Setelah melahirkan Raden Patah, setelah itu putri Cina dinikahi Arya Damar, dan
melahirkan seorang anak laki-laki yang
diberi nama Raden Kusen. Demikianlah Raden Patah dan Raden Kusen adalah saudara
sekandung berlainan bapak.( Muljana:
2005). Menurut kronik Cina dari kuil Sam Po
Kong, nama panggilan waktu Raden Patah masih muda adalah Jin Bun, putra Kung-ta-bu-mi (alias Bhre
Kertabhumi) atau disebut juga prabu Brawijaya V dari selir Cina.
Babad
Tanah Jawi menyebutkan, Raden Patah dan Raden Kusen menolak untuk
menuruti kehendak orang tuanya untuk menggantikan ayahnya sebagai adipati di
Palembang. Mereka lolos dari keraton menuju Jawa dengan menumpang kapal dagang.
Mereka berdua mendarat di Surabaya, lalu menjadi santri pada Sunan Ngampel.(
Muljana: 2005). Raden Patah tetap tinggal di Ngampel Denta, kemudian dipungut
sebagai menantu Sunan Ngampel, dikawinkan dengan cucu perempuan, anak sulung
Nyai Gede Waloka. Raden Kusen kemudian mengabdi pada prabu Brawijaya di Majapahit. Raden Kusen
diangkat menjadi adipati Terung, sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah, di situ ia
membuka hutan Glagahwangi atau hutan Bintara menjadi sebuah pesantren dan Raden Patah
menjadi ulama di Bintara dan mengajarkan agama Islam kepada penduduk sekitarnya.
Makin lama Pesantren Glagahwangi semakin maju. Prabu Brawijaya di Majapahit khawatir kalau
Raden Patah berniat memberontak. Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat
menjadi Adipati Terung diperintah untuk memanggil Raden Patah. Raden Kusen
menghadapkan Raden Patah ke Majapahit.
Brawijaya merasa terkesan
dan akhirnya mau mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden Patah pun
diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota
bernama Bintara.
Menurut kronik Cina,
Jin Bun alias Raden Patah pindah dari Surabaya
ke Demak
tahun 1475. Kemudian ia menaklukkan Semarang
tahun 1477 sebagai bawahan Demak. Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi di Majapahit resah. Namun,
berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel),
Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak, dan meresmikan
kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo atau Bintara ( Muljana: 2005).
Dalam waktu yang
singkat, di bawah kepemimpinan Raden Patah, lebih-lebih oleh karena jatuhnya
Malaka ke tangan portugis dalam tahun 1511, Demak mencapai puncak kejayaannya.
Dalam masa pemerintahan Raden Patah, Demak berhasil dalam berbagai bidang,
diantaranya adalah perluasan dan pertahanan kerajaan, pengembangan islam dan
pengamalannya, serta penerapan musyawarah dan kerja sama antara ulama dan umara
(penguasa). ( Muljana: 2005 ). Keberhasilan Raden Patah dalam perluasan dan
pertahanan kerajaan dapat dilihat ketika ia menaklukkan Girindra Wardhana yang
merebut tahkta Majapahit (1478), hingga dapat menggambil alih kekuasaan
majapahit. Selain itu, Raden Patah juga mengadakan perlawan terhada portugis,
yang telah menduduki malaka dan ingin mengganggu demak. Ia mengutus pasukan di
bawah pimpinan putranya, Pati Unus atau Adipati Yunus atau Pangeran Sabrang Lor
(1511), meski akhirnya gagal. Perjuangan Raden Patah kemudian dilanjutkan oleh
Pati Unus yang menggantikan ayahnya pada tahun 1518. Dalam bidang dakwah islam
dan pengembangannya, Raden patah mencoba menerapkan hukum islam dalam berbagai
aspek kehidupan. Selain itu, ia juga membangun istana dan mendirikan masjid
(1479) yang sampai sekarang terkenal dengan masjid Agung Demak. Pendirian
masjid itu dibantu sepenuhnya oleh walisanga.
B. Adipati Unus (1518 -
1521)
Pada tahun 1518 Raden
Patah wafat kemudian digantikan putranya yaitu Pati Unus. Pati Unus terkenal
sebagai panglima perang yang gagah berani dan pernah memimpin perlawanan terhadap
Portugis di Malaka. Karena keberaniannya itulah ia mendapatkan julukan Pangeran
Sabrang lor. ( Soekmono: 1973). Tome Pires
dalam bukunya Suma Oriental menceritakan asal-usul dan pengalaman Pate
Unus. Dikatakan bahwa nenek Pate Unus berasal dari Kalimantan Barat Daya. Ia
merantau ke Malaka dan kawin dengan wanita Melayu. Dari perkawinan itu lahir
ayah Pate Unus, ayah Pate Unus kemudian kembali ke Jawa dan menjadi penguasa di
Jepara. ( Muljana: 2005 ). Setelah dewasa beliau diambil mantu oleh Raden Patah
yang telah menjadi Sultan Demak I. Dari Pernikahan dengan putri Raden Patah,
Adipati Unus resmi diangkat menjadi Adipati wilayah Jepara (tempat kelahiran
beliau sendiri). Karena ayahanda beliau (Raden Yunus) lebih dulu dikenal
masyarakat, maka Raden Abdul Qadir lebih lebih sering dipanggil sebagai Adipati
bin Yunus (atau putra Yunus). Kemudian hari banyak orang memanggil beliau
dengan yang lebih mudah Pati Unus.
Tahun 1512 giliran
Samudra Pasai yang jatuh ke tangan Portugis ( Muljana: 2005 ). Hal ini membuat
tugas Pati Unus sebagai Panglima Armada Islam tanah jawa semakin mendesak untuk
segera dilaksanakan. Maka tahun 1513 dikirim armada kecil, ekspedisi Jihad I
yang mencoba mendesak masuk benteng Portugis di Malaka gagal dan balik kembali ke tanah Jawa. Kegagalan ini karena kurang
persiapan menjadi pelajaran berharga untuk membuat persiapan yang lebih baik.
Maka direncanakanlah pembangunan armada besar sebanyak 375 kapal perang di
tanah Gowa, Sulawesi yang masyarakatnya sudah terkenal dalam pembuatan kapal.
Di tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah
mangkat, beliau berwasiat supaya mantu beliau Pati Unus diangkat menjadi Sultan
Demak berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus atau Raden Abdul Qadir bin Yunus.
Armada perang Islam siap
berangkat dari pelabuhan Demak dengan mendapat pemberkatan dari Para Wali yang
dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Armada perang yang sangat besar untuk ukuran
dulu bahkan sekarang. Dipimpin langsung oleh Pati Unus bergelar Senapati
Sarjawala yang telah menjadi Sultan Demak II. Dari sini sejarah keluarga beliau
akan berubah, sejarah kesultanan Demak akan berubah dan sejarah tanah Jawa akan
berubah.Kapal yang ditumpangi Pati Unus terkena peluru meriam ketika akan
menurunkan perahu untuk merapat ke pantai. Ia gugur sebagai Syahid karena
kewajiban membela sesama Muslim yang tertindas penjajah (Portugis) yang
bernafsu memonopoli perdagangan rempah-rempah.
Sedangkan Pati Unus,
Sultan Demak II yang gugur kemudian disebut masyarakat dengan gelar Pangeran
Sabrang Lor atau Pangeran (yang gugur) di seberang utara. Pimpinan Armada
Gabungan Kesultanan Banten, Demak dan Cirebon segera diambil alih oleh
Fadhlullah Khan yang oleh Portugis disebut Falthehan, dan belakangan disebut
Fatahillah setelah mengusir Portugis dari Sunda Kelapa 1527. Di ambil alih oleh
Fadhlullah Khan adalah atas inisiatif Sunan Gunung Jati yang sekaligus menjadi
mertua karena putri beliau yang menjadi janda Sabrang Lor dinikahkan dengan
Fadhlullah Khan.
C. Sultan Trenggono (1521
- 1546)
Sultan Trenggono adalah Sultan Demak yang ketiga, beliau memerintah
Demak dari tahun 1521-1546 M. ( Badrika: 2006 ). Sultan Trenggono
adalah putra Raden Patah pendiri Demak yang lahir dari permaisuri Ratu Asyikah
putri Sunan Ampel ( Muljana: 2005 ). Menurut Suma Oriental, ia dilahirkan
sekitar tahun 1483. Ia merupakan adik kandung Pangeran Sabrang Lor, raja Demak
sebelumnya (versi Serat Kanda). Sultan Trenggono memiliki beberapa orang putra
dan putri. Diantaranya yang paling terkenal ialah Sunan Prawoto yang menjadi
raja penggantinya, Ratu Kalinyamat yang menjadi bupati Jepara, Ratu Mas Cempaka
yang menjadi istri Sultan Hadiwijaya, dan Pangeran Timur yang berkuasa sebagai
adipati di wilayah Madiun dengan gelar Rangga Jumena.
Sultan Trenggana Wafat
/ Mangkat Berita Sultan Trenggono wafat ditemukan dalam catatan seorang
Portugis bernama Fernandez Mendez Pinto. Pada tahun 1546 Sultan Trenggono
menyerang Panarukan, Situbondo yang saat itu dikuasai Blambangan. Sunan Gunung
Jati membantu dengan mengirimkan gabungan prajurit Cirebon, Banten, dan
Jayakarta sebanyak 7.000 orang yang dipimpin Fatahillah. Mendez Pinto bersama
40 orang temannya saat itu ikut serta dalam pasukan Banten. Pasukan Demak sudah
mengepung Panarukan selama tiga bulan, tapi belum juga dapat merebut kota itu.
Suatu ketika Sultan Trenggono bermusyawarah bersama para adipati untuk
melancarkan serangan selanjutnya. Putra bupati Surabaya yang berusia 10 tahun
menjadi pelayannya. Anak kecil itu tertarik pada jalannya rapat sehingga tidak
mendengar perintah Trenggono. Trenggono marah dan memukulnya. Anak itu secara
spontan membalas menusuk dada Trenggono memakai pisau. Sultan Demak itu pun
tewas seketika dan segera dibawa pulang meninggalkan Panarukan.
Sultan
Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawah
Sultan Trenggana, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti
merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan
mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan
(1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur
pulau Jawa (1527, 1546). Panglima perang Demak
waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi
menantu Sultan Trenggana. Sultan Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam
sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan
Prawoto
D. Sunan Prawata (1546 – 1549)
Sunan
Prawata adalah nama lahirnya (Raden
Mukmin) adalah raja keempat Kesultanan Demak, yang
memerintah tahun 1546-1549. Ia lebih cenderung sebagai seorang ahli agama
daripada ahli politik. Pada masa kekuasaannya, daerah bawahan Demak seperti Banten, Cirebon,
Surabaya,
dan Gresik,
berkembang bebas tanpa mampu dihalanginya. Menurut Babad Tanah Jawi, ia tewas
dibunuh oleh orang suruhan bupati Jipang Arya Penangsang, yang tak
lain adalah sepupunya sendiri. Setelah kematiannya, Hadiwijaya
memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang,
dan Kesultanan Demak pun berakhir.
Sepeninggal Sultan Trenggana yang
memerintah Kesultanan
Demak tahun 1521-1546, Raden Mukmin selaku putra tertua naik tahta.
Ia berambisi untuk melanjutkan usaha ayahnya menaklukkan Pulau Jawa.
Namun, keterampilan berpolitiknya tidak begitu baik, dan ia lebih suka hidup
sebagai ulama daripada sebagai raja. Raden Mukmin memindahkan pusat
pemerintahan dari kota Bintoro menuju bukit Prawoto. Lokasinya saat ini
kira-kira adalah desa Prawoto, Kecamatan
Sukolilo, Kabupaten
Pati, Jawa Tengah.
Oleh karena itu, Raden Mukmin pun terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto.
Pemerintahan Sunan
Prawoto juga terdapat dalam catatan seorang Portugis
bernama Manuel Pinto. Pada tahun 1548, Manuel Pinto singgah ke Jawa sepulang mengantar
surat untuk uskup agung Pastor Vicente Viegas di Makassar. Ia sempat
bertemu Sunan Prawoto dan mendengar rencananya untuk mengislamkan seluruh Jawa, serta ingin berkuasa
seperti sultan Turki.
Sunan Prawoto juga berniat menutup jalur beras ke Malaka dan menaklukkan Makassar. Akan tetapi,
rencana itu berhasil dibatalkan oleh bujukan Manuel Pinto.
Cita-cita Sunan Prawoto
pada kenyataannya tidak pernah terlaksana. Ia lebih sibuk sebagai ahli agama
dari pada mempertahankan kekuasaannya. Satu per satu daerah bawahan, seperti Banten, Cirebon,
Surabaya,
dan Gresik,
berkembang bebas; sedangkan Demak tidak mampu menghalanginya.
2.2.3 Gambaran
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Demak
Seperti yang telah dijelaskan
pada uraian materi sebelumnya, bahwa letak Demak sangat strategis di jalur
perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan maritim. Dalam
kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil
rempah di Indonesia bagian Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia bagian
barat. Dengan demikian perdagangan Demak semakin berkembang. Dan hal ini juga
didukung oleh penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir
pantai pulau Jawa.
Sebagai kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi. Letak kerajaan Demak yang strategis , sangat membantu Demak sebagai kerajaan Maritim. Lagi pula letaknya yang ada di muara sungai Demak mendorong aktivitas perdagangan cepat berkembang. Di samping dari perdagangan, Demak juga hidup dari agraris. Pertanian di Demak tumbuh dengan baik karena aliran sungai Demak lewat pelabuhan Bergota dan Jepara. Demak bisa menjual produksi andalannya seperti beras, garam dan kayu jati.
Sebagai kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi. Letak kerajaan Demak yang strategis , sangat membantu Demak sebagai kerajaan Maritim. Lagi pula letaknya yang ada di muara sungai Demak mendorong aktivitas perdagangan cepat berkembang. Di samping dari perdagangan, Demak juga hidup dari agraris. Pertanian di Demak tumbuh dengan baik karena aliran sungai Demak lewat pelabuhan Bergota dan Jepara. Demak bisa menjual produksi andalannya seperti beras, garam dan kayu jati.
2.2.4 Gambaran
Kehidupan Sosial-Budaya masyarakat pada masa Kerajaan Demak
Berdirinya kerajaan Demak banyak
didorong oleh latar belakang untuk mengembangkan dakwah Islam. Oleh karena itu
tidak heran jika Demak gigih melawan daerah-daerah yang ada dibawah pengaruh
asing. Berkat dukungan Wali Songo , Demak berhasil menjadikan diri sebagai
kerajaan Islam pertama di Jawa yang memiliki pengaruh cukup luas. Untuk
mendukung dakwah pengembangan agama Islam, dibangun Masjid Agung Demak sebagai
pusatnya. Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih
berdasarkan pada agama dan budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat
penyebaran Islam di pulau Jawa.
Sebagai pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar.
Sebagai pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar.
Para wali tersebut memiliki
peranan yang penting pada masa perkembangan kerajaan Demak bahkan para wali
tersebut menjadi penasehat bagi raja Demak. Dengan demikian terjalin hubungan
yang erat antara raja/bangsawan ? para wali/ulama dengan rakyat. Hubungan yang
erat tersebut, tercipta melalui pembinaan masyarakat yang diselenggarakan di
Masjid maupun Pondok Pesantren. Sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah
Islamiyah (persaudaraan di antara orang-orang Islam).
Demikian pula dalam bidang budaya
banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari kerajaan Demak. Salah
satunya adalah Masjid Demak, di mana salah satu tiang utamanya terbuat dari
pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas
pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan
Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw)
yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon.
Dilihat dari arsitekturnya, Masjid Agung Demak seperti yang tampak pada gambar
10 tersebut memperlihatkan adanya wujud akulturasi kebudayaan Indonesia Hindu
dengan kebudayaan Islam.
Salah satu peninggalan berharga kerajaan Demak adalah bangunan Masjid Demak yang terletak di sebelah barat alun-alun Demak. Masjid Agung Demak memiliki ciri khas yakni salah satu tiang utamanya terbuat dari tatal ( potongan kayu), atap tumpang, dan di belakngnya terdapat makam raja-raja Demak.
Salah satu peninggalan berharga kerajaan Demak adalah bangunan Masjid Demak yang terletak di sebelah barat alun-alun Demak. Masjid Agung Demak memiliki ciri khas yakni salah satu tiang utamanya terbuat dari tatal ( potongan kayu), atap tumpang, dan di belakngnya terdapat makam raja-raja Demak.
2.2.5 Faktor – Faktor Penyebab
Keruntuhan Kerajaan Demak
Setelah Sultan
Trenggono, terjadi perebutan kekuasaan di Kerajaan Demak, antara Pangeran Seda
ing Lepen dan Sunan Prawoto (putra Sultan Trenggana). Pangeran Sekar Sedo Lepen
yang seharusnya menggantikan Sultan Trenggono dibunuh oleh Sunan Prawoto dengan
harapan ia dapat mewarisi tahta kerajaan. Putra Pangeran Sedo Lepen yang
bernama Arya Penangsang dari Jipang menuntut balas kematian ayahnya dangan membunuh
Sunan Prawoto. Selain Sunan Prawoto, Arya Penangsang juga membunuh Pangeran
Hadiri ( suami Ratu Kalinyamat, adik Sunan Prawoto). Pangeran Hadiri dianggap
sebagai penghalang Arya Penangsang untuk menjadi sultan Demak. Setelah berhasil
membunuh Sunan Prawoto dan beberapa pendukungnya. Naiknya Arya Penangsang ke
tahta kerajaan tidak disenangi oleh Pangeran Adiwijoyo atau Joko Tingkir ,
menantu Sultan Trenggono. Arya Penangsang dapat dikalahkan oleh Jako Tingkir
yang selanjutnya memindahkan pusat kerajaan ke Pajang.
Selain itu, Raden Patah
kurang pandai menarik simpati orang – orang pedalaman, bekas rakyat Kerajaan
Majapahit. Raden Patah juga terlalu banyak menyandarkan kekuataannya kepada
masyarakat Tionghoa Islam. Beliau berkeinginan keras untuk membentuk negara
Islam Maritim. Sehingga mengakibatkan, perhatiannya lebih dicurahkan untuk pembuatan kapal-kapal di kota-kota
pelabuhan demi pembentukan armada yang kuat. Dengan demikian berakhirlah
kekuasaan kerajaan Demak pada tahun 1568. (Muljana: 2005)
No comments:
Post a Comment