Sunday 13 May 2012

sejarah kerajaan Demak



      2.1.1 Letak Geografis Kerajaan Demak
Secara geografis Kerajaan Demak terletak di daerah Jawa Tengah, tetapi pada awal kemunculannya Kerajaan Demak mendapat bantuan dari para bupati daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah menganut agama Islam. Wilayah Kerajaan Demak pada awalnya hanya sebuah bawahan Kerajaan Majapahit, kemudian berkembang hingga mencapai Banten di Barat dan Pasuruan di Timur. Lokasi ibukota Kesultanan Demak, yang pada masa itu masih dapat dilayari dari laut dan dinamakan Bintara (dibaca "Bintoro" dalam bahasa Jawa), saat ini telah menjadi kota Demak di Jawa Tengah. Periode ketika beribukota di sana kadang-kadang dikenal sebagai "Demak Bintara". Pada masa sultan ke-4 ibukota dipindahkan ke Prawata.

2.1.2 Gambaran Kehidupan Politik Pemerintahan dari Kerajaan Demak
A.    Raden Patah (1500-1518)
            Raden Patah adalah pendiri dan sultan pertama dari kerajaan Demak yang memerintah tahun 1500-1518 (Muljana: 2005). Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Patah adalah putra prabu Brawijaya raja terakhir. Di ceritakan prabu Brawijaya selain kawin dengan Ni Endang Sasmitapura, juga kawin dengan putri cina dan putri campa. Karena Ratu Dwarawati sang permaisuri yang berasal dari Campa merasa cemburu, prabu Brawijaya terpaksa memberikan putri Cina kepada putra sulungnya, yaitu Arya Damar bupati Palembang. Setelah melahirkan Raden Patah, setelah itu putri Cina dinikahi Arya Damar, dan melahirkan seorang  anak laki-laki yang diberi nama Raden Kusen. Demikianlah Raden Patah dan Raden Kusen adalah saudara sekandung berlainan bapak.( Muljana:  2005). Menurut kronik Cina dari kuil Sam Po Kong, nama panggilan waktu Raden Patah masih muda adalah Jin Bun, putra Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi) atau disebut juga prabu Brawijaya V dari selir Cina.
Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden Patah dan Raden Kusen menolak untuk menuruti kehendak orang tuanya untuk menggantikan ayahnya sebagai adipati di Palembang. Mereka lolos dari keraton menuju Jawa dengan menumpang kapal dagang. Mereka berdua mendarat di Surabaya, lalu menjadi santri pada Sunan Ngampel.( Muljana: 2005). Raden Patah tetap tinggal di Ngampel Denta, kemudian dipungut sebagai menantu Sunan Ngampel, dikawinkan dengan cucu perempuan, anak sulung Nyai Gede Waloka. Raden Kusen kemudian mengabdi pada prabu Brawijaya di Majapahit. Raden Kusen diangkat menjadi adipati Terung, sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah, di situ ia membuka hutan Glagahwangi atau hutan Bintara menjadi sebuah pesantren dan Raden Patah menjadi ulama di Bintara dan mengajarkan agama Islam kepada penduduk sekitarnya. Makin lama Pesantren Glagahwangi semakin maju. Prabu Brawijaya di Majapahit khawatir kalau Raden Patah berniat memberontak. Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintah untuk memanggil Raden Patah. Raden Kusen menghadapkan Raden Patah ke Majapahit. Brawijaya merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara.
Menurut kronik Cina, Jin Bun alias Raden Patah  pindah dari Surabaya ke Demak tahun 1475. Kemudian ia menaklukkan Semarang tahun 1477 sebagai bawahan Demak. Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi di Majapahit resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel), Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak, dan meresmikan kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo atau Bintara ( Muljana: 2005).
Dalam waktu yang singkat, di bawah kepemimpinan Raden Patah, lebih-lebih oleh karena jatuhnya Malaka ke tangan portugis dalam tahun 1511, Demak mencapai puncak kejayaannya. Dalam masa pemerintahan Raden Patah, Demak berhasil dalam berbagai bidang, diantaranya adalah perluasan dan pertahanan kerajaan, pengembangan islam dan pengamalannya, serta penerapan musyawarah dan kerja sama antara ulama dan umara (penguasa). ( Muljana: 2005 ). Keberhasilan Raden Patah dalam perluasan dan pertahanan kerajaan dapat dilihat ketika ia menaklukkan Girindra Wardhana yang merebut tahkta Majapahit (1478), hingga dapat menggambil alih kekuasaan majapahit. Selain itu, Raden Patah juga mengadakan perlawan terhada portugis, yang telah menduduki malaka dan ingin mengganggu demak. Ia mengutus pasukan di bawah pimpinan putranya, Pati Unus atau Adipati Yunus atau Pangeran Sabrang Lor (1511), meski akhirnya gagal. Perjuangan Raden Patah kemudian dilanjutkan oleh Pati Unus yang menggantikan ayahnya pada tahun 1518. Dalam bidang dakwah islam dan pengembangannya, Raden patah mencoba menerapkan hukum islam dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu, ia juga membangun istana dan mendirikan masjid (1479) yang sampai sekarang terkenal dengan masjid Agung Demak. Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya oleh walisanga.
B.     Adipati Unus (1518 - 1521)
Pada tahun 1518 Raden Patah wafat kemudian digantikan putranya yaitu Pati Unus. Pati Unus terkenal sebagai panglima perang yang gagah berani dan pernah memimpin perlawanan terhadap Portugis di Malaka. Karena keberaniannya itulah ia mendapatkan julukan Pangeran Sabrang lor. ( Soekmono: 1973). Tome Pires  dalam bukunya Suma Oriental menceritakan asal-usul dan pengalaman Pate Unus. Dikatakan bahwa nenek Pate Unus berasal dari Kalimantan Barat Daya. Ia merantau ke Malaka dan kawin dengan wanita Melayu. Dari perkawinan itu lahir ayah Pate Unus, ayah Pate Unus kemudian kembali ke Jawa dan menjadi penguasa di Jepara. ( Muljana: 2005 ). Setelah dewasa beliau diambil mantu oleh Raden Patah yang telah menjadi Sultan Demak I. Dari Pernikahan dengan putri Raden Patah, Adipati Unus resmi diangkat menjadi Adipati wilayah Jepara (tempat kelahiran beliau sendiri). Karena ayahanda beliau (Raden Yunus) lebih dulu dikenal masyarakat, maka Raden Abdul Qadir lebih lebih sering dipanggil sebagai Adipati bin Yunus (atau putra Yunus). Kemudian hari banyak orang memanggil beliau dengan yang lebih mudah Pati Unus.
Tahun 1512 giliran Samudra Pasai yang jatuh ke tangan Portugis ( Muljana: 2005 ). Hal ini membuat tugas Pati Unus sebagai Panglima Armada Islam tanah jawa semakin mendesak untuk segera dilaksanakan. Maka tahun 1513 dikirim armada kecil, ekspedisi Jihad I yang mencoba mendesak masuk benteng Portugis di Malaka gagal dan balik kembali  ke tanah Jawa. Kegagalan ini karena kurang persiapan menjadi pelajaran berharga untuk membuat persiapan yang lebih baik. Maka direncanakanlah pembangunan armada besar sebanyak 375 kapal perang di tanah Gowa, Sulawesi yang masyarakatnya sudah terkenal dalam pembuatan kapal. Di tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah mangkat, beliau berwasiat supaya mantu beliau Pati Unus diangkat menjadi Sultan Demak berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus atau Raden Abdul Qadir bin Yunus.
Armada perang Islam siap berangkat dari pelabuhan Demak dengan mendapat pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Armada perang yang sangat besar untuk ukuran dulu bahkan sekarang. Dipimpin langsung oleh Pati Unus bergelar Senapati Sarjawala yang telah menjadi Sultan Demak II. Dari sini sejarah keluarga beliau akan berubah, sejarah kesultanan Demak akan berubah dan sejarah tanah Jawa akan berubah.Kapal yang ditumpangi Pati Unus terkena peluru meriam ketika akan menurunkan perahu untuk merapat ke pantai. Ia gugur sebagai Syahid karena kewajiban membela sesama Muslim yang tertindas penjajah (Portugis) yang bernafsu memonopoli perdagangan rempah-rempah.
Sedangkan Pati Unus, Sultan Demak II yang gugur kemudian disebut masyarakat dengan gelar Pangeran Sabrang Lor atau Pangeran (yang gugur) di seberang utara. Pimpinan Armada Gabungan Kesultanan Banten, Demak dan Cirebon segera diambil alih oleh Fadhlullah Khan yang oleh Portugis disebut Falthehan, dan belakangan disebut Fatahillah setelah mengusir Portugis dari Sunda Kelapa 1527. Di ambil alih oleh Fadhlullah Khan adalah atas inisiatif Sunan Gunung Jati yang sekaligus menjadi mertua karena putri beliau yang menjadi janda Sabrang Lor dinikahkan dengan Fadhlullah Khan.
C.    Sultan Trenggono (1521 - 1546)
Sultan Trenggono adalah Sultan Demak yang ketiga, beliau memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M. ( Badrika: 2006 ). Sultan Trenggono adalah putra Raden Patah pendiri Demak yang lahir dari permaisuri Ratu Asyikah putri Sunan Ampel ( Muljana: 2005 ). Menurut Suma Oriental, ia dilahirkan sekitar tahun 1483. Ia merupakan adik kandung Pangeran Sabrang Lor, raja Demak sebelumnya (versi Serat Kanda). Sultan Trenggono memiliki beberapa orang putra dan putri. Diantaranya yang paling terkenal ialah Sunan Prawoto yang menjadi raja penggantinya, Ratu Kalinyamat yang menjadi bupati Jepara, Ratu Mas Cempaka yang menjadi istri Sultan Hadiwijaya, dan Pangeran Timur yang berkuasa sebagai adipati di wilayah Madiun dengan gelar Rangga Jumena.
Sultan Trenggana Wafat / Mangkat Berita Sultan Trenggono wafat ditemukan dalam catatan seorang Portugis bernama Fernandez Mendez Pinto. Pada tahun 1546 Sultan Trenggono menyerang Panarukan, Situbondo yang saat itu dikuasai Blambangan. Sunan Gunung Jati membantu dengan mengirimkan gabungan prajurit Cirebon, Banten, dan Jayakarta sebanyak 7.000 orang yang dipimpin Fatahillah. Mendez Pinto bersama 40 orang temannya saat itu ikut serta dalam pasukan Banten. Pasukan Demak sudah mengepung Panarukan selama tiga bulan, tapi belum juga dapat merebut kota itu. Suatu ketika Sultan Trenggono bermusyawarah bersama para adipati untuk melancarkan serangan selanjutnya. Putra bupati Surabaya yang berusia 10 tahun menjadi pelayannya. Anak kecil itu tertarik pada jalannya rapat sehingga tidak mendengar perintah Trenggono. Trenggono marah dan memukulnya. Anak itu secara spontan membalas menusuk dada Trenggono memakai pisau. Sultan Demak itu pun tewas seketika dan segera dibawa pulang meninggalkan Panarukan.
Sultan Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawah Sultan Trenggana, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546). Panglima perang Demak  waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu Sultan Trenggana. Sultan Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto

D.     Sunan Prawata (1546 – 1549)
            Sunan Prawata adalah nama lahirnya  (Raden Mukmin) adalah raja keempat Kesultanan Demak, yang memerintah tahun 1546-1549. Ia lebih cenderung sebagai seorang ahli agama daripada ahli politik. Pada masa kekuasaannya, daerah bawahan Demak seperti Banten, Cirebon, Surabaya, dan Gresik, berkembang bebas tanpa mampu dihalanginya. Menurut Babad Tanah Jawi, ia tewas dibunuh oleh orang suruhan bupati Jipang Arya Penangsang, yang tak lain adalah sepupunya sendiri. Setelah kematiannya, Hadiwijaya memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang, dan Kesultanan Demak pun berakhir.
Sepeninggal Sultan Trenggana yang memerintah Kesultanan Demak tahun 1521-1546, Raden Mukmin selaku putra tertua naik tahta. Ia berambisi untuk melanjutkan usaha ayahnya menaklukkan Pulau Jawa. Namun, keterampilan berpolitiknya tidak begitu baik, dan ia lebih suka hidup sebagai ulama daripada sebagai raja. Raden Mukmin memindahkan pusat pemerintahan dari kota Bintoro menuju bukit Prawoto. Lokasinya saat ini kira-kira adalah desa Prawoto, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Oleh karena itu, Raden Mukmin pun terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto.
Pemerintahan Sunan Prawoto juga terdapat dalam catatan seorang Portugis bernama Manuel Pinto. Pada tahun 1548, Manuel Pinto singgah ke Jawa sepulang mengantar surat untuk uskup agung Pastor Vicente Viegas di Makassar. Ia sempat bertemu Sunan Prawoto dan mendengar rencananya untuk mengislamkan seluruh Jawa, serta ingin berkuasa seperti sultan Turki. Sunan Prawoto juga berniat menutup jalur beras ke Malaka dan menaklukkan Makassar. Akan tetapi, rencana itu berhasil dibatalkan oleh bujukan Manuel Pinto.
Cita-cita Sunan Prawoto pada kenyataannya tidak pernah terlaksana. Ia lebih sibuk sebagai ahli agama dari pada mempertahankan kekuasaannya. Satu per satu daerah bawahan, seperti Banten, Cirebon, Surabaya, dan Gresik, berkembang bebas; sedangkan Demak tidak mampu menghalanginya.

2.2.3 Gambaran Kehidupan Ekonomi Kerajaan Demak
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi sebelumnya, bahwa letak Demak sangat strategis di jalur perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan maritim. Dalam kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil rempah di Indonesia bagian Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia bagian barat. Dengan demikian perdagangan Demak semakin berkembang. Dan hal ini juga didukung oleh penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai pulau Jawa.
Sebagai kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi. Letak kerajaan Demak yang strategis , sangat membantu Demak sebagai kerajaan Maritim. Lagi pula letaknya yang ada di muara sungai Demak mendorong aktivitas perdagangan cepat berkembang. Di samping dari perdagangan, Demak juga hidup dari agraris. Pertanian di Demak tumbuh dengan baik karena aliran sungai Demak lewat pelabuhan Bergota dan Jepara. Demak bisa menjual produksi andalannya seperti beras, garam dan kayu jati.
2.2.4 Gambaran Kehidupan Sosial-Budaya masyarakat pada masa Kerajaan Demak
Berdirinya kerajaan Demak banyak didorong oleh latar belakang untuk mengembangkan dakwah Islam. Oleh karena itu tidak heran jika Demak gigih melawan daerah-daerah yang ada dibawah pengaruh asing. Berkat dukungan Wali Songo , Demak berhasil menjadikan diri sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa yang memiliki pengaruh cukup luas. Untuk mendukung dakwah pengembangan agama Islam, dibangun Masjid Agung Demak sebagai pusatnya. Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam di pulau Jawa.
Sebagai pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar.
Para wali tersebut memiliki peranan yang penting pada masa perkembangan kerajaan Demak bahkan para wali tersebut menjadi penasehat bagi raja Demak. Dengan demikian terjalin hubungan yang erat antara raja/bangsawan ? para wali/ulama dengan rakyat. Hubungan yang erat tersebut, tercipta melalui pembinaan masyarakat yang diselenggarakan di Masjid maupun Pondok Pesantren. Sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di antara orang-orang Islam).
Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari kerajaan Demak. Salah satunya adalah Masjid Demak, di mana salah satu tiang utamanya terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw) yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon.
Dilihat dari arsitekturnya, Masjid Agung Demak seperti yang tampak pada gambar 10 tersebut memperlihatkan adanya wujud akulturasi kebudayaan Indonesia Hindu dengan kebudayaan Islam.
Salah satu peninggalan berharga kerajaan Demak adalah bangunan Masjid Demak yang terletak di sebelah barat alun-alun Demak. Masjid Agung Demak memiliki ciri khas yakni salah satu tiang utamanya terbuat dari tatal ( potongan kayu), atap tumpang, dan di belakngnya terdapat makam raja-raja Demak.
2.2.5 Faktor – Faktor Penyebab Keruntuhan Kerajaan Demak
Setelah Sultan Trenggono, terjadi perebutan kekuasaan di Kerajaan Demak, antara Pangeran Seda ing Lepen dan Sunan Prawoto (putra Sultan Trenggana). Pangeran Sekar Sedo Lepen yang seharusnya menggantikan Sultan Trenggono dibunuh oleh Sunan Prawoto dengan harapan ia dapat mewarisi tahta kerajaan. Putra Pangeran Sedo Lepen yang bernama Arya Penangsang dari Jipang menuntut balas kematian ayahnya dangan membunuh Sunan Prawoto. Selain Sunan Prawoto, Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri ( suami Ratu Kalinyamat, adik Sunan Prawoto). Pangeran Hadiri dianggap sebagai penghalang Arya Penangsang untuk menjadi sultan Demak. Setelah berhasil membunuh Sunan Prawoto dan beberapa pendukungnya. Naiknya Arya Penangsang ke tahta kerajaan tidak disenangi oleh Pangeran Adiwijoyo atau Joko Tingkir , menantu Sultan Trenggono. Arya Penangsang dapat dikalahkan oleh Jako Tingkir yang selanjutnya memindahkan pusat kerajaan ke Pajang.
Selain itu, Raden Patah kurang pandai menarik simpati orang – orang pedalaman, bekas rakyat Kerajaan Majapahit. Raden Patah juga terlalu banyak menyandarkan kekuataannya kepada masyarakat Tionghoa Islam. Beliau berkeinginan keras untuk membentuk negara Islam Maritim. Sehingga mengakibatkan, perhatiannya lebih dicurahkan  untuk pembuatan kapal-kapal di kota-kota pelabuhan demi pembentukan armada yang kuat. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan kerajaan Demak pada tahun 1568. (Muljana: 2005)

No comments:

Post a Comment